Memaknai Ashobiyah

world-map small

Ashobiyah, atau yang kita pahami sebagai sikap fanatisme kelompok, harus semakin ditekan antar kelompok-kelompok di tengah umat Islam. Sambil terus meningkatkan literasi Islam dan literasi keuangan kelompok-kelompok umat. Hadist RasululLah SAW:

“Bukan dari golongan kami yg berdakwah kepada ashobiyah, bukan dari golongan kami yang berjuang dalam kerangka ashobiyah. Bukan dari golongan kami yg mati dalam kerangka ashobiyah”.

Trend terkini mengenai penggambaran arti ashobiyah adalah fanatisme terhadap suku, kelompok, golongan, ajaran, jamaah, dan lain-lain.

Pada titik inilah arah kerja Yayasan Keluarga Muslim (YKM) FEUI dibentuk berdasarkan pada 3 Prinsip Kerja YKM, yaitu:
1. Literasi Islam,
2. Literasi Keuangan dan
3. Upaya menekan ashobiyah dalam kelompok umat dan mendekatkan antar kelompok umat.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS 49: 15)

QS 49: 15, meminta kita berjuang sehingga sampai pada posisi:
1. Tidak ada keraguan sedikitpun dengan Islam (literasi Islam),
2. Berjuang dengan amwal (uang, harta, literasi keuangan) dan anfus (sumber daya manusia).
Karena kita berbicara dakwah, salah satu hal mendasar dalam dakwah, tak boleh menyebarkan prinsip ashobiyah dalam ukhuwah islamiyah.

SDM yang banyak tidak ada manfaatnya jikalau masing-masing kelompok menganut prinsip ashobiyah, dan jauh dari ukhuwah. Hadist Rasul SAW menggambarkan hal ini, akan datang suatu zaman dimana umat Islam itu mayoritas tapi diperebutkan oleh musuh-musuh Islam bagai orang memperebut hidangan.

Generasi Sahabat merupakan contoh terbaik dalam menghadapi praktek-praktek ashobiyah. Ketika para sahabat memperkenal diri dengan Bin Fulan dan dan masing-masing memperkenalkan diri dari suku mana. Abu Bakar Ash Shiddiq as memperkenalkan diri dengan pernyataan berikut : Abu Bakar bin Islam, minal Islam. Abu Bakar putra Islam dari Suku Islam.

Ketika salah seorang sahabat memanggil Bilal bin Rabah denang sebutan “bin Habsyi”, putra dari suku Habsy. Rasul SAW merah padam mukanya, seraya beliau berkata, “kenapa dalam diri kalian masih ada sifat2 jahiliyah.”

Islam mengakui ada pertalian darah karenanya basis waris itu adalah pertalian darah. Tapi pertalian Islam jauh lebih kuat dibanding pertalian darah. Islam adalah primary condition. Pertalian darah sifatnya hanya arbiter, tidak sampai pada sufficent condition. Itu sebabnya ketika ada “conflict of values” antar nilai-nilai Islam dengan nilai-nilai kesukuan, yang harus menang adalah nilai-nilai Islam, bukan nilai-nilai kesukuan atau nilai-nilai ashobiyah. Hal ini juga menjadi dasar hukum waris. Syarat menerima warisan adalah Muslim/Islam. Kalau di dalam garis keturunan ada yang beragama non Islam (murtad), dia tidak berhak lagi atas warisan dari anggota keluarga yang muslim. Karena Islam lebih utama dibanding garis keturunan/kesukuan.

Fungsi kesukuan hanya kita jadikan sebagai “tools” atau nilai-nilai sebatas untuk identifikasi saja, tak boleh menjadi kebanggaan atau dasar dalam menilai sesuatu. Sungguh, Umar Bin Khathab pernah berkata, bahwa umat ini akan tetap menjadi terbaik selama dasar kebanggannya adalah Islam. Wallahu ‘alam

YKM