Prospek Cerah Perbankan Syariah Indonesia Tahun 2017

Oleh: Amrial, Santri Pesantren Mahasiswa YKM FEUI. Ilmu Ekonomi Islam FEB UI

Tahun 2016 merupakan tahun bersejarah bagi perbankan syariah di Indonesia. Konversi Bank Aceh menjadi Bank Syariah menjadi penyebab utamanya. Konversi 20 triliun aset Bank Aceh menurunan aset bank konvensional sekaligus menaikkan aset bank syariah dengan nilai yang sama. Hal ini menyebabkan pangsa pasar syariah langsung diatas 5 persen terhadap perbankan nasional yang sebelumnya terjebak cukup lama dibawah 5 persen. Berbagai peluang lain yang berasal dari jejak tahun 2016 memuculkan harapan cerah untuk perbankan syariah di tanah air, sehingga sangat menarik melihat prospek perbankan syariah pada tahun 2017.

Selain koversi Bank Aceh tahun 2016, Karim Consulting juga memprediksi bahwa akan ada aksi-aksi lain dari beberapa Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang akan terjadi pada tahun 2017 seperti spin off dan merger akuisisi. Spin off dan penggabungan beberapa UUS memang tidak akan menambah total aset perbankan syariah.  Namun skala yang lebih besar ini dapat menarik investor baru. Pulau Sumatera Tengah tengah mengkaji terkait wacana spin off UUS di seluruh pulau sumatera dengan membuat entitas perusahaan baru bernama “Bank Sumatera Syariah”. Jika terwujud, Bank Sumatera Syariah akan mengumpulkan jumlah aset sebesar Rp. 5,621 triliun. Selanjutnya pada pulau Jawa, proyeksi serupa juga terjadi yaitu dengan membentuk Bank Jawa Syariah yang mengumpulkan jumlah aset sebesar Rp. 7,306 triliun. Selanjutnya juga terjadi pada Bank Kalimantan Syariah yang dibentuk oleh UUS-UUS yang akan melakukan spin off pada tahun 2017 dan diproyeksikan mengumpulkan aset sebesar Rp. 3,278 triliun. Terakhir, pada pulau Nusa Tenggara Barat yang sedang melakukan kajian terkait konversi Bank NTB menjadi Bank Syariah. Jika berhasil, maka konversi Bank NTB akan menyumbang Rp. 8 triliun pada perbankan syariah di Indonesia.

 

Dari perkspektif lain, aksi 411 dan 212 serta rangkaian kegiatan setelahnya yang terjadi diakhir tahun 2016 telah menunjukkan sharia awareness masyarakat muslim cukup tinggi. Tentu seharusnya hal ini dapat dikaitkan dengan switching rate (tingkat perpindahan) nasabah ke perbankan syariah yang sebelumnya masih sangat rendah. Aksi 212 sangat bisa dijadikan momentum oleh pihak perbankan syariah, ulama, dan pihak terkait lainnya untuk meyakikan kembali bahwa menjauhi riba yang diharamkan pada perbankan konvensional juga merupakan salah satu bentuk aksi bela Al Quran karena telah mengabaikan isi kandungan Al Quran terkait larangan riba tersebut. Sehingga di tahun 2017, jika semangat ini masih ada dan pihak-pihak yang telah disebutkan berusaha mensosialisasikan kepada masyarakat muslim, maka switching rate nasabah ke perbankan syariah akan tinggi dan membuat pangsa pasar perbankan syariah melejit diatas 5 persen.

Peluang yang terakhir adalah dukungan financial technology yang akhir-akhir ini booming di tanah air. Salah satu contohnya adalah perusahaan teknologi “Alami” yang dapat memudahkan baik para perbankan syariah, maupun para pelaku bisnis terutama UMKM, untuk memperoleh pembiayaan syariah. mendorong efisiensi perbankan syariah. Selain itu juga ada perusahaan teknologi peer to peer lending, Indves, yang ingin memberikan solusi pembiayaan UMKM demi kesejahteraan ekonomi umat. Kedua perusahaan ini juga secara langsung memberikan edukasi dan sosialisasi pentingnya menggunakan akad-akad syariah dalam melakukan investasi maupun pembiayaan usaha.

Dari aksi spin off dan merger akuisisi bank konvesional menjadi bank syariah, meningkatnya sharia awareness masyarakat muslim dengan momen aksi bela Islam, serta majunya financial technology yang mendukung perbankan dan lembaga keuangan syariah di Indonesia membuat penulis yakin bahwa ditahun 2017 prospek perbankan syariah di tanah air sangat menjanjikan.

Leave a Comment

Your email address will not be published.